Subscribe Us


Jumat, 30 Juni 2023

PRESS RELEASE RANGKUMAN DISKUSI ANTAR UNIVERSITAS (DIANTAS)

 

 Aktualisasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045: Mendorong Kewarganegaraan Digital




Berikut ini adalah hasil dari Diskusi Antar Universitas (Diantas) yang di bersamai Oleh Bapak Dr. Budi Mulyono, S.Pd., M.Pd :

    Indonesia menjadi negara terpadat No. 6 dunia setelah Nigeria dan Pakistan. Melihat prediksi penduduk Indonesia berjumlah 324 juta jiwa pada tahun 2045 yang genap berusia 100 tahun dengan memanfaatkan generasi produktif saat Bonus Demografi yang memiliki frekuensi rata-rata 70% pada usia produktif 15-64 tahun serta 30% usia non-produktif <14 tahun dan >64 tahun. Perkembangan Teknologi semakin cepat dan membawa perubahan pada semua bidang pembangunan kehidupan masyarakat. Tren teknologi seperti, internet seluler, otomatisasi, cloud technology), teknologi yang mengurangi keterbatasan fisik dan jarak (loT, transportasi dan distribusi, addictive manufacturing/3D printing, nano technology), teknologi energi terbarukan, dan teknologi kesehatan. Perdagangan elektronik merubah perdagangan konvensional menjadi elektronik dengan Industri 4.0 mengintegrasikan proses produksi secara virtual berbasis siber dan artificial intelligence. Blockchain, perpaduan Al, big data, dan loT, mampu melakukan verifikasi transaksi keuangan real time sehingga tidak diperlukan lagi pihak ketiga. Rekayasa genetika meningkatkan kualitas hidup dengan meningkatkan efisiensi dan kesempatan baru yang berdampak pada kebutuhan tenaga kerja. Dengan demikian, pekerjaan yang sifatnya rutin, manual, dan kognitif akan berkurang serta meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan kewarganegaraan sebagai disiplin ilmu dengan deskripsi “studi transdisipliner/transdicipliner study” yakni ilmu-ilmu sosial dengan core dicipline-nya ilmu politik, ide fundamental bangsa dan ilmu pendidikan yang diorganisasi dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk tujuan pendidikan.

Lalu, Bagaimana PKn Menjawab Tantangan Indonesia Emas 2045?

Melalui, Digital Citizenship Konsep ini mengaitkan kewarganegaraan digital dengan penggunaan teknologi internet yang aman, etis dan bertanggung jawab. Akademisi yang paling menonjol dalam kaitan antara kewarganegaraan digital sebagai etika digital adalah Ribble & Bailey, 2011.

Pengembangan: Sebagai Literasi Media dan Informasi

Dan mengevaluasi informasi dan untuk berkomunikasi dengan orang lain secara online. Akademisi yang mendukung teori ini adalah Hobbs & Jensen 2009 dan Simsek & Simsek 2013.

Studi Terkini: Sebagai Keterlibatan dan Partisipasi Secara Online

Kewarganegaraan digital sebagai keterlibatan sipil dan partisipasi online (civic engagement) dikemukakan oleh Jones & Mitchell 2016, Richardson & Milovidov 2019, dan Choi 2016

Kompetensi Kewarganegaraan Digital

a. Partisipasi aktif dan keterlibatan warga

Kemampuan dalam penggunaan media digital untuk berpartisipasi secara aktif maupun keterlibatan sipil secara efektif dan bertanggung jawab untuk memecahkan masalah bersama.

b. Kompetensi akses dan inklusi

Kemampuan untuk berperilaku terbuka untuk mendengar dan dengan hormat mengenali berbagai sudut pandang, dan terlibat dengan orang lain secara online dengan rasa hormat dan empati.

c. Kompetensi literasi media dan informasi

Kemampuan untuk menafsirkan, memahami serta membedakan antara informasi yang benar dan salah, konten yang baik dan berbahaya, serta kontak online dapat dipercaya dan dipertanyakan, dan mengekspresikan kreativitas melalui media digital.

d. Kompetensi identitas kewarganegaraan digital dan manajemen privasi

Kemampuan untuk membangun serta mengelola identitas diri dan informasi pribadi yang dibagikan secara online untuk melindungi privasi diri sendiri dan orang lain dengan penuh tanggung jawab.

e.  Kompetensi etika, hak, dan tanggung jawab digital

Kemampuan menyangkut perilaku etis dalam berinteraksi secara online dengan orang lain, memahami hak-hak warga digital (hak privasi, akses dan inklusi, kebebasan berekspresi, serta keamanan) dan tanggung jawab warga digital (etika dan empati) dan memastikan lingkungan digital yang aman dan bertanggung jawab.

Kamis, 08 Juni 2023

PRESS RELEASE TIM KAJIAN HIMA PKnH #2

Analisis Mendalam Terorisme dan Penyanderaan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua: Membongkar Ancaman dan Mencari Solusi


Photo source: IDN Times

Tim kajian membahas tentang masalah terorisme di Indonesia, terutama kelompok KKB di Papua. Sejak tahun 1965, terorisme telah menjadi masalah yang berkelanjutan di negara ini. Terdapat 638 kasus terorisme di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2020. Salah satu berita menyedihkan adalah sandera pilot Susi Air oleh KKB, yang mengakibatkan upaya negosiasi gagal dan penembakan terhadap tim penyelamat. Pembicara berpendapat bahwa operasi besar-besaran untuk menghabisi KKB tidak dapat dilakukan karena melanggar hak asasi manusia.

Pendanaan KKB diduga berasal dari oknum pemerintah daerah, perampasan dana desa, dan tambang emas ilegal. Ada spekulasi tentang keterlibatan negara asing, namun tidak ada bukti yang mendukung hal ini. Terdapat pula organisasi pemberontakan lain di berbagai daerah, seperti GAM, RMS, dan OPM.

Masalah utama adalah dilema antara meningkatnya korban jika konflik berlanjut dan jumlah korban jika operasi besar-besaran dilakukan. Faktor yang menghalangi pemberantasan terorisme termasuk intervensi negara lain, permasalahan ekonomi, dan ketidakmerataan kebijakan dan program pemerintah.

Pendidikan nasionalisme di Papua dianggap penting untuk mengatasi konflik ini, namun perlu diperhatikan bahwa ada kesenjangan dalam pendidikan dan pembangunan di daerah tersebut. Solusi yang disarankan adalah memutus aliran suplai senjata ke KKB dan mengembangkan pendekatan kultural.

Pendekatan yang memanusiakan masyarakat Papua dan kesadaran diri merupakan langkah yang lebih efektif daripada pemaksaan. Jejak pendapat seperti di Timor Leste tidak dianggap layak dilakukan karena khawatir akan memicu keinginan separatis di wilayah lain dan mengganggu stabilitas negara.

Penting untuk melihat permasalahan di Papua sebagai manusia dan bukan hanya sebagai sumber daya alam. Dukungan terhadap saudara di Papua tetap penting, karena masih banyak yang berjuang untuk Indonesia.