Selasa, 05 Mei 2020
Kumpulan Puisi "Dari PKNH Untuk Indonesia"
16.03
1 comment
Berikut ini adalah hasil karya mahasiswa Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Universitas Negeri Yogyakarta yang kami beri judul "Dari PKNH Untuk Indonesia", yang mengambil tema terkait Covid-19 yang melanda Indonesi pada saat ini.
Kumpulan Puisi "Dari PKNH Untuk Indonesia"
Cakrawala Nusantara Mendadak Berduka
Karya : Della Rahmadania Ningrum
Kemarin kau harus menerobos suasana sunyi dan hening
Dikala matahari belum terbangun dari tidurnya
Harus merelakan waktu di medan perang
ketika berhadapan soal masa depan
berjuang meraih mimpi , tapi lupa akan kuasa Sang Illahi
Pagi jadi siang , saingpun menjadi malam
Begitu ambisi jiwa-jiwa muda yang terus berjuang tanpa henti
Tak peduli pada orang-orang terdekat yang selalu menanti
Keadaan memang cepat berubah
Siapa yang tahu dan sanggup menerka
Pandemi melanda, membuat khatulistiwa mendadak berduka
Berita dimana-mana membuat kegelisahan hingga ke pelosok ibu kota
Bahkan negara di seluruh dunia menjadi kota mati seperti tak berpenghuni
Sebab yang terdampak tidak hanya pada mereka yang berlanjut usia
Bahkan pada generasi bangsa, yang siap melanjutkan mimpi-mimpi Indonesia
Saat ini kamu memang ibarat katak dalam tempurung
Tak bebas bergerak kesana kemari
Terkekang oleh riuhnya dunia yang semakin mencekam
Mengertilah bahwa semesta menginginkanmu untuk rehat sejenak
Menenangkan pikiran yang sudah terlalu kusut , tersumbat, dan tidak jernih
Menarik ulur pada jiwa yang kehilangan arah dan terombang ambing
Keadaan sering kali membuatmu hampir tersungkur
Berlarut dalam renungan pilu dan dirundu rasa takut
Semua yang dipikirkan matang-matang
seakan buram tak tentu arah tujuan
Tak perlu menanyakan siapa yang bersalah
Hanya satu yang dapat membuat keadaan menjadi kembali merona
Nasionalisme bangsa yang sedang diuji melalui duka nestapa
Kini tidak hanya berbicara tentang aku dan kamu, namun kita semua
Ini saat yang tepat untuk memainkan peran terbaikmu
Tak selalu harus menjadi pemain utama yang bergerak di garda terdepan
Bahkan kamu tetap bisa berperan walau dibalik layar
Sebagai wujud cinta negeri tanpa nanti……………
SEBENTAR
SAJA,LALU USAI
Karya : Agustina Olivea Amanda P. A.
Ketika
bumi berbisik,tak kamu dengar
Bumi
bicara, tak kamu pedulikan
Bumi
berteriak, makin kamu rusak
Saat
bumi berseru minta tolong
Banjir,
hutan terbakar dan bencana lain yang
kamu salah satu dari pemrakarsanya
Kamu
tetap diam
Kamu
tetap berjalan dengan euphoria hidupmu
Apakah
ada waktu 1 detik dari 86.400 detikmu
Untuk
berpikir?Berapa banyak kebencian?
Kurasa tidak
Disitulah
Tuhan mengirimku kepadamu.
Yang
membuatmu takut akan kematian yang tengah mengintaimu
Kutanya,
bagaimana rasanya?
Aku,
telah membuat dunia berhenti
Tapi
waktu berjalan bukan? Dan kau tak bisa lari
Sejak
aku lahir,setidaknya kualitas udaramu bagus.
Lumba
lumba dapat menari nari di dalam pelukan Samudra
Kau
bisa lihat langit begitu biru tanpa setitikpun noda kotor bak bekas kebakaran
Tapi
ada yang harus kau korbankan, orang yang kau cinta.
Untuk
selalu ada di barisan paling depan merawat kalian dariku.
Aku
tidak mencari mangsa, aku tidak menghukummu.
Tuhan
mengirimku,untuk menyadarkanmu
Doakan
saja, aku cepat usai.
Dan kalian lekas
memulai.
Semarak Pandemi
Karya: Sinta Ayu Nurlaela Rahmandhana
Covid19
Semarak virus mendunia
Tentara mini Tuhan semata
Milyaran umat dibuat tak berdaya olehnya
Aku, kamu dan
kita
Memupuk pilu
bersama
Kian hari
virus meronta
Kian kokoh
asa tuk menjaga
Sepi menyeruak tiba tiba
Mengharuskan jarak antara kita
Sekedar untuk berjuang bersama
Membantu pahlawan baru yang tak terduga
Biarkan kalbu
merindu
Asalkan dunia
Sentosa
Biarkan
kesendirian menderu
Asalkan aman
selamanya
Tirai kemanusiaan kian membuncah
Relawan hadir merebak
Tangan tangan panjang menyusup diantaranya
Menambah prosentase gundah yang tiada kira
Tangis nan
peluh membanjir bersama
Menyorakkan
kepiluan nan kelam
Menyambut
keresahan bersama
Pandemi
merengkuh dunia
Harapan Di Kala Pandemi
Karya: Hidayah Fathimah
Virus akan mati
Seperti cahaya yang
melewati hari
Melawan setiap rintangan
Memberikan semangat tanpa
henti
Penjelmaanmu begitu indah
Seolah tak ada yang
menyadari
Masuk melesat bagai
cahaya
Menyebabkan hal tak
terduga terjadi
Pertahanan rusak begitu
saja
Seolah tak mampu bangkit kembali
Bagai tertusuk ribuan
duri
Hanya mampu terbaring
Menunggu sebuah keputusan
Keputusan Sang Kuasa
Cukup sudah kau
mengobrak-abrik dunia
Semua berjatuhan dan tak
berdaya
Cukup sudah nyawa
terenggut olehmu
Waktu tak akan terhenti
Sebelum Sang Kuasa
berbicara
COVID-19
Karya : Endang Setyaningsih
Aku
mengenalmu tanpa harus berjabat tangan
Namamu
sudah kuketahui dari saut-sautan banyak orang
Telinga
ini terngingan-ngiang ketika mendengar banyak ambulan yang sliweran
Mata
yang jauh memandang dari balik pintu kamar sudah mulai kelelahan
Bau-bau
kematian sudah tercium ketika kamu datang
Entah
dari mana kamu datang, apakah Tuhan sudah harus menghunus nasib orang-orang
yang suka kebablasan?
Ah,
sungguh malang nasib seorang bujang yang hidup sendiri tanpa kekasih dalam
pangkuan
Padi
yang sudah sulit ditemukan dalam sebuah panggangan
Nasib
ekonomi yang sudah seperti tahun ‘98
Aku
tak mengerti lagi bagaimana caranya ‘tuk melawan kamu yang berperan sebagai
antagonis dalam peperangan
Tak
segan-segan kau membunuh lawan tanpa pengampunan
Oh,
kawan apakah kita ini sudah masuk dalam era akhir zaman yang hanya menyisakan orang-orang
pilihan?
Para
ilmuwan sudah banting tulang mengerjakan pekerjaan rumah yang tak kunjung
hilang
Mencampurkan
antara merah dengan biru agar bisa tetap tahan
Baju
hijau yang setiap kali ia kenakan seakan adalah rompi perang pada masa
kekhalifan yang bisa menahan segala tebasan pedang dari lawan
Komat-kamit
mulut mereka selalu tak bisa terbendungkan untuk mendoakan segala kebaikan dan
menghilangkan kemungkaran
Akankah
esuk hari udara segar jalanan sudah mampu aku rasakan seperti dulu lagi yang
sering bangun kesiangan melakukan aktivitas jalanan yang padat penuh sesak dan
menyebalkan?
Debar Covid - 19
Oleh :
Miftah Iswahyudi
Wahai umat manusia
sekalian...
Apakah kita bahagia
hari ini ?
Akankah kita gembira
hari esok ?
Sungguh kita sedang
menghadapi musibah...
Cobaan besar bagi umat
manusia...
Tak lain adalah
covid-19
Virus kecil tak
terlihat, namun mematikan
Menyebar kemana-mana
tanpa salam...
Melampaui batas negara
dan jabatan
Memaparkan segala
bangsa
Hingga ke pelosok
dunia
Hari demi hari penuh
kehawatiran
Waktu demi waktu penuh
kegelisahan
Banyak korban
berjatuhan
Banyak dewasa tak bisa
bekerja,
Lantas bagaimana nasip
perekonomian keluarga kecilnya
Ya Tuhan, Ya Rabb...
Doa terbaik sudah di
panjatkan
Menunggu nasib baik
datang
Datang dengan membawa
harapan
Agar segera berakhir
pandemi ini
Agar kami dapat
beraktivitas kembali
Dan yang paling
penting
Agar kami dapat
beribadah di tempat peribadatan
Cepatlah membaik
semuanya
Corona di Bulan Ramadan
Karya : Muhammad Rifqi
Siapakah engkau,
wahai corona
Engkau datang
tidak ada yang mengundang
Datang bagaikan
angin besar dikala hujan deras
Yang dapat merubuhkan
rumah-rumah
Dikala siang
maupun malam
Semenjak
kedatanganmu di negeri ini
Engkau
membuat resah di berbagai kalangan
Terlebih di
saat-saat bulan Ramadan yang suci
Dimana
seluruh umat muslim di dunia
Tak
henti-hentinya memanjatkan doa dengan keteguhan iman
Siapapun engkau,
wahai corona
Kami hanya ingin
engkau kembali ke tempat asalmu
Dalam diam kami
sedang berdoa
Supaya engkau
lekas pergi dari negeri ini
Dan segala
aktivitas dapat terlaksana kembali
Jasamu adalah Obat
Karya:
Hidayah Fathimah & Miftah Iswahyudi
Seperti
sinar mentari dipagi hari
Kau
mengulurkan tangan
menopang
tanggungjawab suci
Demi
menyelamatkan nyawa manusia
Kau
tak pernah lelah
Tetap
berjuang ditengah keresahan
Menanti
keajaiban dalam kondisi lemah
Harapan
besar ditengah kegundahan
Kau
korbankan segalanya
Kau
mengobati luka
Luka
yang menjadi pikiran dan kehawatiran mendalam
Lalu
kau pula yang memberikan semangat kehidupan
Seolah
tak ada tujuan lain
Kesembuhan
adalah kebahagian
Asa
begitu tinggi tetapi juga rentan
Ketika
kepergian menjadi kesedihan
Kesedihan
teramat dalam
Bagaimana
tidak? Rasa kemanusiaan terpanggil
Namun
air mata melanda disaat pemutus nyawa
Beribu-ribu
manusia terpapar virus kecil ini
Jasa
tak terkira darimu
Menambah
kekuatan untukmu
Seakan
membayar lelahmu
Semoga
semua menjadi lillah untukmu
Pendemi dan Rindu
Karya: Divisi Puskavic
Dia
seperti angin lembut yang mengoyahkan perasaan ku
Aku
belum tau sampai kapan rasa ini akan tumbuh
Rasa
yang bergemuruh
Rasa
yang membuat hatiku luluh
Namun,
pandemi ini memisahkan rasa yang ingin tumbuh
Memisahkan
temu yang selalu kukenang
Memisahkan
canda tawa yang biasa menghiasi hari
Jarak
menjadi alasan kuutarakan kata rindu
Pandemi,
cepatlah berlalu.
Kau
menjadi dinding penghalang rindu
Kau
menjadi momok rasa ingin temu
Kau
memecahkan rasa yang selalu ku inginkan
Namun,
pandemi ini mengajariku
Mengajariku
bagaimana arti bersabar
Mengajariku
akan arti pentingnya menjaga perasaan
Mengajariku
arti rindu
Pandemi,
aku menginginkan dia
Seperti
dia menginginkan ku
Seperti
rasa ini, yang ini bertemu
Semoga
cepat berlalu pandemi, agar kau membawa senyuman setelah kepergianmu
Cerita Mati dari Pandemi
Karya: Hidayah Fathimah
Virus seolah menjelma
Diantara udara-udara
Memaksa masuk jaringan kecil manusia
Membawa bahaya yang mematikan
Vaksin belum juga ditemukan
Ranjang rumah sakit
telah penuh dengan sesak
Menanti antara kehidupan dan kematian
Nafas pun tercekik sesak
Dunia seolah tak berdaya
Menahan gejolak yang membara
Kesadaran hilang secara perlahan
Kaku terasa
Tapi tak henti mengharap sakit tuk sirna
Jika mati adalah jalan-Nya
Kain kafan kan penuh menutupi
Dan kesedihan mendalam terpancar
Seakan dunia terhenti
Gurat kepiluan pun nyata di mata
Tetaplah berdoa dan bertahan
Tetaplah sabar dan tegar
Jangan keluar
Jika tak ingin nyawa hilang
Langganan:
Postingan (Atom)