Aktualisasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045: Mendorong Kewarganegaraan Digital
Berikut ini adalah hasil dari Diskusi Antar Universitas (Diantas)
yang di bersamai Oleh Bapak Dr. Budi Mulyono, S.Pd., M.Pd :
Indonesia menjadi negara terpadat No. 6 dunia setelah
Nigeria dan Pakistan. Melihat
prediksi penduduk Indonesia berjumlah 324 juta jiwa pada tahun 2045 yang genap berusia 100 tahun dengan memanfaatkan generasi produktif saat Bonus
Demografi yang memiliki
frekuensi rata-rata 70% pada usia produktif 15-64 tahun serta 30% usia
non-produktif <14 tahun dan >64 tahun. Perkembangan Teknologi semakin cepat dan membawa
perubahan pada semua bidang pembangunan kehidupan masyarakat. Tren teknologi seperti,
internet seluler, otomatisasi, cloud technology), teknologi yang mengurangi
keterbatasan fisik dan jarak (loT, transportasi dan distribusi, addictive
manufacturing/3D printing, nano technology), teknologi energi terbarukan, dan
teknologi kesehatan. Perdagangan elektronik merubah perdagangan
konvensional menjadi elektronik dengan Industri 4.0 mengintegrasikan proses
produksi secara virtual berbasis siber dan artificial intelligence. Blockchain,
perpaduan Al, big data, dan loT, mampu melakukan verifikasi transaksi keuangan
real time sehingga tidak diperlukan lagi pihak ketiga. Rekayasa genetika
meningkatkan kualitas hidup dengan meningkatkan efisiensi dan kesempatan baru
yang berdampak pada kebutuhan tenaga kerja. Dengan demikian, pekerjaan yang
sifatnya rutin, manual, dan kognitif akan berkurang serta meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan kewarganegaraan sebagai disiplin ilmu dengan deskripsi
“studi transdisipliner/transdicipliner study” yakni ilmu-ilmu sosial
dengan core dicipline-nya ilmu politik, ide fundamental bangsa dan ilmu
pendidikan yang diorganisasi dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk
tujuan pendidikan.
Lalu, Bagaimana PKn Menjawab Tantangan Indonesia Emas
2045?
Melalui, Digital Citizenship Konsep ini mengaitkan
kewarganegaraan digital dengan penggunaan teknologi internet yang aman, etis
dan bertanggung jawab. Akademisi yang paling menonjol dalam kaitan antara kewarganegaraan
digital sebagai etika digital adalah Ribble & Bailey, 2011.
Pengembangan: Sebagai Literasi Media dan Informasi
Dan
mengevaluasi informasi dan untuk berkomunikasi dengan orang lain secara online.
Akademisi
yang mendukung teori ini adalah Hobbs & Jensen 2009 dan Simsek & Simsek
2013.
Studi Terkini: Sebagai Keterlibatan dan Partisipasi
Secara Online
Kewarganegaraan digital sebagai keterlibatan sipil dan partisipasi online (civic engagement) dikemukakan oleh Jones &
Mitchell 2016, Richardson & Milovidov 2019, dan Choi 2016
Kompetensi Kewarganegaraan Digital
a. Partisipasi
aktif dan keterlibatan warga
Kemampuan
dalam penggunaan media digital untuk berpartisipasi secara aktif maupun
keterlibatan sipil secara efektif dan bertanggung jawab untuk memecahkan
masalah bersama.
b. Kompetensi
akses dan inklusi
Kemampuan untuk berperilaku terbuka untuk mendengar dan
dengan hormat mengenali berbagai sudut pandang, dan terlibat dengan orang lain
secara online dengan rasa hormat dan empati.
c. Kompetensi
literasi media dan informasi
Kemampuan untuk menafsirkan, memahami serta membedakan
antara informasi yang benar dan salah, konten yang baik dan berbahaya, serta
kontak online dapat dipercaya dan dipertanyakan, dan mengekspresikan
kreativitas melalui media digital.
d. Kompetensi
identitas kewarganegaraan digital dan manajemen privasi
Kemampuan untuk membangun serta mengelola identitas diri dan informasi
pribadi yang dibagikan secara online untuk melindungi privasi diri sendiri dan
orang lain dengan penuh tanggung jawab.
e. Kompetensi
etika, hak, dan tanggung jawab digital
Kemampuan menyangkut perilaku etis dalam berinteraksi
secara online dengan orang lain, memahami hak-hak warga digital (hak privasi,
akses dan inklusi, kebebasan berekspresi, serta keamanan) dan tanggung jawab
warga digital (etika dan empati) dan memastikan lingkungan digital yang aman
dan bertanggung jawab.