Subscribe Us


Minggu, 29 Oktober 2023

PRESS RELEASE TIM KAJIAN HIMA PKnH #3

Analisis Kelebihan dan Kekurangan Market Place Guru dalam Meningkatkan Akses Pendidikan di Era Digital



Kelebihan Market Place Guru:

1. Mempermudah akses pendidikan dengan memungkinkan sekolah mencari guru sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.

2. Memperbaiki kekurangan guru yang mungkin tidak sesuai dengan bidangnya.

3. Guru dapat lebih mudah masuk dalam suatu instansi dan mendapatkan pekerjaan.


Kekurangan Market Place Guru:

1. Terbatasnya dana dari sekolah dan pemerintah.

2. Persaingan yang tidak selalu adil di antara guru.

3. Risiko persaingan berlebihan (market saturation) dan ketidaktransparan.

4. Potensi kecurangan dalam administrasi sistem.


Lainnya:

- Marketplace guru adalah inovasi baru untuk open recruitment guru.

- Guru yang terdaftar termasuk guru honorer, guru P3K, dan Guru PPG.

- Perlunya landasan hukum yang mengatur transparansi dan kualifikasi penerimaan guru.

- Pemberian nama "marketplace" dianggap tidak tepat, dan perlu dipertimbangkan untuk menggantinya.

- Risiko keamanan dan penyalahgunaan data dalam sistem online.

- Pendapat yang beragam mengenai apakah guru yang masuk dalam marketplace sesuai atau tidak dengan kebijakan.

- Minimnya penyebarluasan informasi yang dibutuhkan untuk menjangkau sub-sub guru tertentu.

- Harapan bahwa marketplace dapat meningkatkan SDM di Indonesia.

- Tantangan dalam implementasi kebijakan di seluruh wilayah Indonesia yang beragam.

- Perlu memandang guru sebagai profesi.

- Diksi yang digunakan dalam penamaan sangat penting dan harus mencerminkan nilai yang baik.

- Kompetensi guru harus menjadi faktor utama dalam rekrutmen, dengan peningkatan sistem yang diperlukan.

- Perlunya evaluasi berkelanjutan sebelum implementasi.


Notulensi tersebut mencakup evaluasi yang mendalam tentang kelebihan dan kekurangan dari Marketplace Guru serta berbagai pertimbangan untuk meningkatkan akses pendidikan di era digital.

Minggu, 01 Oktober 2023

PRESS RELEASE SEMINAR NASIONAL 2023

 Konseptualisasi dan Aktualisasi Wawasan Kebangsaan Guna Mewujudkan Generasi yang Berintegritas di Era Society 5.0




Berikut ini adalah rangkuman materi dari Seminar Nasional 2023 yang di bersamai oleh kedua pembicara yaitu Bapak Dr. Herlambang Perdana Wiratraman, S.H., MA. dan Ibu Wening Hapsari Ma'rifatullah, S.IP., MA. :

Wawasan kebangsaan dapat diartikan dengan membangun kepribadian dan kesadaran sebagai warga negara Indonesia mengacu pada nilai-nilai moral dan etika yang harus dimiliki oleh setiap individu, wawasan kebangsaan pula berkaitan dengan pemahaman tentang sejarah, budaya, dan identitas bangsa Indonesia. Manusia berada dalam konteks yang semakin disruptif, ketidakpastian, dan kompleksitas yang semakin meningkat. Adanya tantangan global yang semakin besar, instabilitas dan krisis kesejahteraan sosial ekonomi, rusaknya daya dukung lingkungan hidup, dan krisis pendidikan bahkan krisis kemanusiaan dan ekologis.

Menjawab tantangan, manusia sebagai pusat inovasi dan transformasi teknologi, yang memberikan kontribusinya terhadap peningkatan kualitas hidup, penyelesaian permasalahan sosial, dan kesejahteraan manusia, dengan dukungan teknologi. Dengan berkontribusi terhadap kemajuan teknologi di Era 5.0 dan memberikan refleksi analitis di bidang pendidikan dan industri, menuju masyarakat yang menempatkan manusia sebagai pusat inovasi dan transformasi teknologi.

Aktualisasi wawasan kebangsaan bahwa teknologi, ilmu pengetahuan, pertumbuhan ekonomi menjadi formula yang membentuk peradaban (proses institusionalisasi nasionalisme) melalui kebiasaan berfikir dan pengalaman budaya. Pengimplementasiannya melalui persatuan kesatuan, kebangsaan, demokrasi partisipatif dan keberagaman dengan mencegah dan menghindari pemberontakan, perlawanan subversif, kekuasaan elit, supremasi dan plutokrasi.

Digital citizenship berfokus kepada keterampilan kecakapan yang bisa di bagi menjadi tiga ruang lingkup, pertama dalam lingkup keluarga yaitu pendidikan, keamanan siber dan perlindungan identitas, kedua lingkup pendidik ada penguasaan pedagogik dan literasi digital serta yang ketiga lingkup pemerintah atau komunitas yaitu akses fasilitas ruang digital dan partisipasi yang bermakna. Digital citizenship juga terbagi menjadi tiga berdasarkan elemen, yang pertama ruang yang terdiri dari akses, fasilitas dan kurikulum, yang kedua nilai yang terdiri dari kolektivisme, etika, choice and voice, identitas, kepemimpinan, hak dan kewajiban, resolusi konflik, serta aktivisme. Yang ketiga ada aktor yaitu terdiri dari pemerintah, masyarakat, keluarga, dan pendidik.

Dalam menghadapi Digital Citizenship di Era Society 5.0 pastinya terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi seperti pembangunan dan pemerataan infrastruktur, kompetensi pemangku kepentingan, dan kesiapan masyarakat atau gegar budaya. Sehingga, diperlukannya adaptasi dan refleksi dalam membangun masyarakat yang memanusiakan peradaban untuk berpartisipasi aktif dan berkolaborasi.