Minggu, 22 Juni 2025
PRES RELEASE DITERKAM SENJA #1 2025
22.26
No comments
Berikut merupakan hasil dari kajian Diskusi Internal Kampus di Kala Senja (DITERKAM SENJA) dengan pemateri yaitu Ibu Dida Akmalia Sutrisno, S.Pd pada diskusi kali ini tema yang dibahas mengenai "Tantangan dan Peluang Mempersiapkan Mahasiswa Menjadi Tenaga Pengajar yang Berkarakter"
SETIAP MURID ISTIMEWA, GURU TERUS BERKARYA : TANTANGAN DAN
PELUANG MEMPERSIAPKAN MAHASISWA MENJADI TENAGA
PENGAJAR YANG BERKARAKTER
Menjadi guru sama dengan berkarya karena setiap murid selalu istimewa,
pengalaman menjadi guru di dua sekolah dengan kondisi dan sarana prasarana
berbeda dan dihadapkan pada pendapatan namun tetap mau menjadi guru. -
Bu Dida mengajar sudah 10 tahun di SMP Muhammadiyah, beliau bukan PNS dan
bukan juga P3K. Beliau masih mengabdi si persyarikatan. Jika kita menjadi guru
kalau bisa menjadi PNS ke daerah-daerah, karena kalau di kota sudah banyak PNS.
Bagaimana pengalaman mengajar di swasta? pengalaman mengajar di swasta sangat
luar biasa, kalian jangan membayangkan apa yang kalian pelajari selama kuliah
mudah diterapkan kepada siswa karena jika sudah bertemu dengan siswa, apa yang
kalian pelajari akan buyar. Terdapat beberapa siswa yang dsri rumah sudah membawa
beban lalu sampai di sekolah nangis tidak mau belajar. Kami sebagai guru tidak bisa
membawa beban dari rumah ke kantor, semua siswa harus dilayani sama terlepas dari
masalah apapun yang ada di rumah. Ketika kita menjadi guru, kita tidak dilihat dari
nilai IPK tetapi dilihat dari kemampuan kita untuk bisa menjadi center, bisa dilihat
seluruh siswa dikelas dan melayani semua siswa sama rata. Setiap anak memiliki
kemampuan yang berbeda beda, tidak bisa dipelajari dengan teori yang ada di
perkuliahan, basic skill seperti berbicara didepan kelas, ngemong, dan mendidik
tidak akan bisa. Kalau passion kita bukan menjadi guru mending tidak usah, karena
menjadi guru itu berat. Menjadi guru tidak seperi dosen, dosen memberikan materi
lalu mahasiswa bisa mempelajari sendiri tetapi kalau menjadi guru kita harus lebih
extra. Ketika PPL akan bertemu dengan guru-guru pamong kalau misalkan selama
kuliah dengan dosen RPP/Modul kita salah itu tidak sebanding dengan besok kita
bertemu dengan guru pamong. Karena perencanaan segala hal yang kita dibuat kalau
kita sudsh dilapangan ketemu dengan siswa bisa grogi, apalagi jika mendapat sekolah
dengan siswa yang kurang unggul, kita melakukan pengkondisian kelas bisa lebih
dari 5 menit. Jadi itu tadi pengalaman Bu Dida mengajar di dua sekolah yang berbeda
dengan kondisi siswa yang berbeda, sarana prasarana yang berbeda. Jangan
bayangkan pekerjaan menjadi guru itu pekerjaan yang nyaman, dilapangan lebih
berat dan rumit.
Pengalaman bertemu rekan kerja inspiratif dan kreatif turut membentuk daya
tahan dan daya juang, serta senantiasa menginspirasi dan memotivasinya -
Biasanya untuk menjadi guru kita itu terinspirasi oleh seseorang, misal orangtua kita,
tetangga, teman, atau guru kita. Dulu Bu Dida tidak terpikirkan menjadi guru, beliau
menjadi guru karena keadaan tetapi beliau enjoy menjalaninya. Rekan kerja atau
teman kita tentunya menjadi daya dukung untuk terus berkarya, jika jadi guru jangan
hanya duduk dikantor, mengajar lalu pulang. Kita kalau menjadi guru selain menjadi
garda terdepan, amal jariyahnya insyaallah sampai meninggal masih mengalir. Yang
bisa membuat Bu Dida sampai dititik ini adalah inspirasi dari rekan-rekan yang luar
biasa.
Menyiapkan pendidik profesional - -
Banyak tantangan dan perubahan yang harus dilakukan di era society 5.0 ini.
Termasuk yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai gerbang utama
dalam mempersiapkan SDM unggul.
Dengan adanya zaman yang semakin global maka tantangannya semakin banyak
dibanding zaman dulu, dulu anak-anak masih terbiasa menggunakan kertas tetapi
anak zaman sekarang tidak bisa, anak sekarang lebih senang melihat visual dan
audio. Jika kita tidak bisa mengikuti perkembangan zaman maka kita akan kalah
dengan murid sendiri. Murid sekarang itu sangat berbeda dengan murid zaman dulu.
Jadi banyak sekali tantangannya walaupun dikurikulumnya setiap tahun sering
berganti. Bu dida mengajar dari kurikulum KTSP, kurikulum 2013 hingga sekarang
kurikulum merdeka. Bagaimana rasanya kita bisa menjadi guru ketika kurikulum
terus berganti? rasanya capek sekali karena kita harus berganti perangkat (peralatan),
mengikuti pelatihan terus menerus, sampai RPP berganti. Zaman dulu hanya
menggunakan penilaian standar menggunakan rubrik sudah jadi, tetapi saat ini sudah
tidak bisa menggunakan seperti itu. Jika kita masih menilai siswa menggunakan cara
kuno kita tidak akan bisa maju.
Merdeka belajar
1. Pendidik meminimalkan peran sebagai learning material provider, pendidik
menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya kreativitas peserta didik.
2. Pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan pembelajar sejati
yang memotivasi peserta didik
Manajemen belajar dalam merdeka belajar - -
Dalam melaksanakan merdeka belajar diperlukan manajemen tata kelola dari semua
unsur, baik pemerintah daerah, swasta (industri dll), kepala sekolah, guru dan
masyarakat: jadi dalam sistemnya nanti guru tidak bisa hanya mengajar di sekolah,
ada hal-hal yang harus kita selesaikan secara administratif
Melalui manajemen berbasis sekolah diperlukan jiwa kepemimpinan seorang kepala
sekolah yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya: yang menjadi pns akan berurusan
dengan pemerintah secara administratif dan lain sebagainya. Kalau diswasta akan
berurusan dengan yayasan.
-
Untuk peningkatan sumber daya manusia, baik guru maupun kepala sekolah,
diperlukan pembinaan baik lokal maupun internasional yang berkelanjutan.
Pendidik profesional era society - - -
Beradaptasi dengan Society 5.0: kita perlu mengetahui perkembangan generasi
(mengenal generasi). Mulai dari generasi x sampai dengan generasi ⍺ dimana terjadi
transformasi peradaban manusia. Kita harus mampu beradaptasi dan berkompetisi.
Beradaptasi itu kita mampu mengetahui perkembangan generasi x hingga alpha.
Digenerasi milenial cara mendidiknya sangat keras, tetapi sekarang ketika kita
mengajar siswa, cara mendidik seperti itu tidak dapat diimplementasikan ke generasi
alpha karena anak zaman sekarang lebih terbawa perasaan. Seiring perkembangan
zaman dinamikanya berbeda.
Istilah 4C (Creativity, Critical Thingking, Communication, Collaboration):
diharapkan guru menjadi pribadi yang kreatif, mampu mengajar, mendidik,
menginspirasi serta menjadi suri teladanhal diatas dspat diaplikasikan saat kita
menjadi guru.
Memiliki kemampuan 6 literasi dasar: literasi numerasi, literasi sains, literasi
informasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewarganegaraan. Memiliki perilaku
(karakter) yang mencerminkan profil pelajar pancasila. Pembelajaran yang selalu
dipelajari di SD, SMP, SMA sekarang lebih ke literasi, karena sekarang tingkat
kemampuan literasi sangat rendah.
Tantangan mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga pengajar yang berkarakter - - -
Krisis keteladanan di lingkungan sosial: banyak mahasiswa tidak mendapatkan
cukup contoh nyata tentang perilaku yang mencerminkan karakter positif, baik di
lingkungan kampus maupun masyarakat. Hal ini menyulitkan pembentukan karakter
melalui keteladanan. Krisis keteladanan sangat miris, masih banyak siswa yang
kurang sopan terhadap guru.
Fokus akademik yang dominan: erguruan tinggi sering lebih menekankan aspek
kognitif dan capaian akademik, dibandingkan pengembangan afektif (karakter, nilai,
dan sikap).
Kurangnya integrasi antara teori dan praktik: karakter tidak bisa hanya diajarkan
secara teoritis. Banyak calon guru belum cukup mendapat pengalaman nyata untuk
menginternalisasi nilai-nilai karakter dalam kegiatan mengajar dan interaksi sosial.
Biasanya kita lebih tau teori daripada praktik, ketika sudah terjun ke lapangan
biasanya tidak sama seperti teori. Jadi sebelum ke lapangan kita harus
mempraktikkan langsung. - -
Minimnya pelatihan karakter secara istematis: belum semua Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) memiliki kurikulum yang secara eksplisit
dan konsisten membina karakter mahasiswa calon guru. Ketika menjadi guru kita
harus berintegritas, apa yang kita punya, kita sampaikan dan berikan semua ke siswa
kita.
Pengaruh digital dan media sosial: paparan media sosial yang berlebihan dan tidak
terfilter dapat membentuk karakter yang membuat karakter yang dangkal.
Peluang mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga pengajar yang berkarakter - - - - -
Tuntutan pendidikan abad 21: guru masa kini dituntut bukan hanya cerdas, tetapi
juga berkarakter kuat untuk membentuk generasi yang berintegritas, empatik, dan
tangguh. Ini menciptakan dorongan untuk reformasi pendidikan guru.
Integrasi pendidikan karakter dalam kurikulum: kurikulum merdeka dan
kebijakan pendidikan nasional memberikan ruang besar untuk mengembangkan
pendidikan karakter secara terintegrasi di semua mata kuliah.
Peran teknologi dalam penguatan karakter: media digital juga dapat digunakan
secara positif untuk membangun karakter, seperti melalui platform pembelajaran
berbasis nilai, video inspiratif, dan komunitas daring yang mendukung nilai-nilai
baik.
Penguatan praktik reflektif: banyak kampus kini mulai mendorong praktik refleksi
diri, diskusi nilai, dan pengembangan empati dalam proses pendidikan calon guru —
misalnya melalui microteaching berbasis nilai dan pembelajaran berbasis proyek.
Kesadaran mahasiswa terhadap isu moral dan sosial: mahasiswa generasi
sekarang relatif lebih sadar terhadap isu-isu keadilan, lingkungan, dan kemanusiaan.
Ini bisa menjadi titik masuk untuk mengembangkan karakter kepemimpinan dan
empati mereka.
Langkah strategis yang bisa ditempuh - -
Pelatihan soft skills dan nilai moral secara terstruktur.
Kegiatan mentoring dan pembinaan karakter oleh dosen pembimbing.
- - -
Pendidikan berbasis pengalaman, seperti PPL yang menekankan pada interaksi sosial
yang etis.
Penerapan disiplin positif dan budaya kampus yang sehat.
Kolaborasi dengan sekolah mitra yang juga mengedepankan pembinaan karakter.
Peran pendidik era society 5.0 - - -
Internet of things pada dunia Pendidikan (IoT), Virtual/Augmented reality dalam
dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan
untuk mengetahui serta mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang dibutuhkan
oleh pelajar.
Memiliki kemampuan leadership, digital literacy, communication, emotional
intelligence, entrepreneurship, global citizenship, team working dan problem
solving.
Harus menjadi guru penggerak yang mengutamakan murid dibandingkan dirinya,
inisiatif untuk melakukan perubahan pada muridnya, mengambil tindakan tanpa
disuruh, terus berinovasi serta keberpihakan kepada murid. Sekarang ini ada bahasan
di kurikulum merdeka guru harus berpihak pada murid, bukan membela murid yang
salah tetapi menjadi guru yang mampu melayani anak sesuai apa yang dibutuhkan
mereka.
Closing Statement: Guru adalah profesi yang tidak hanya mengajar, namun juga
membimbing dan menjadi orang tua kedua bagi anak-anak. Jadilah laskar-laskar
pendidikan Indonesia, kalau bukan dari kita siapa lagi.
Sesi tanya jawab:
1. Pertanyaan dari Yogi Bima: bagaimana strategi ibu untuk menghadapi program
kurikulum yang berubah ubah dari KTSP sampai kurikulum merdeka? lalu
strategi apa yang bisa kita terapkan untuk bekal kita menjadi guru karena di
kurikulum 2013 terdapat RPP, lalu dikurikulum merdeka terdapat modul ajar.
Tetapi kalau dilihat antara keduanya tidak jauh berbeda, apakah di kurikulum
merdeka ibu belajar dari 0 atau mempelajari hal-hal baru yang tidak diajarkan di
kurikulum sebelumnya?
Jawaban: kurikulum sering berganti, dalam pelaksanaannya banyak sekali hal
yang harus kita kembangkan disetiap kurikulumnya, dalam perjalanannya nanti
terdapat perbedaan disetiap kurikulum. contoh: RPP yang tadinya 1 bab itu harus
ditulis hanya 2 lembar. Terdapat komunitas guru yang disebut MGMP, semua mata
pelajaran punya MGMP. Kita harus aktif dalam komunitas, jika kita tidak aktif
maka akan ketinggalan zaman. Nantinya RPP dan modul akan mengikuti
lingkungan kita (berbeda dengan yang diajarkam pada kuliah). Strateginya kita
harus bisa adaptif dan berkolaborasi. Administrasi yang bagus adalah di
kabupaten Sleman
2. Pertanyaan dari Yogi Bima: menurut ibu apakah efektif dengan memberikan
sanksi kepada siswa yang bermasalah? kemudian jika memberikan sanksi kepada
siswa itu dilarang lalu bagaimana langkah konkret untuk mengatasi siswa yang
bermasalah? karena menurut saya jika hanya mengandalkan guru BK tidak efektif
memberikan efek jera pada siswa tersebut.
Jawaban: dulu ditahun 2015 sanksi masih boleh diberikan kepada siswa dalam
bentuk poin, jika poin negatifnya penuh maka siswa dapat dikeluarkan dari
sekolah. Lambat laun dengan adanya kurikulum merdeka kita tidak boleh
menghukum siswa dengan cara itu. Sekarang BK bukan untuk menghukum siswa
tetapi memberikan konseling. Anak dibina di ruang konseling, sekarang ruang
konseling dibuat nyaman. Guru memberikan surat peringatan kepada siswa jika
terdapat bukti kenakalan anak tersebut. Aturan tersebut disetiap sekolah akan
berbeda. Anak sekarang masuk BK bukan karena mendapat sanksi tetapi karena
mau curhat, sekarang guru BK mindset nya seperti itu menjadi layanan siswa.
Semua sekolah tidak boleh mengeluarkan siswa, yang ada siswa yamg
mengundurkan diri. Jika besok kita menjadi guru, kita harus punya buku catatan
perilaku siswa.
Langganan:
Postingan (Atom)