Subscribe Us


Minggu, 09 Agustus 2015

NASIWAN RAIH DOKTOR ILMU POLITIK DI UGM


Salah satu DOSEN PKnH Meraih Gelar DOKTOR di UGM
Nasiwan merupakan dosen Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum (PKnH) FIS UNY yang telah berhasil menyelesaikan studi S3 dari Program Doktor Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM) Yogyakarta. Nasiwan dikukuhkan sebagai doktor ke-2234 Universitas Gadjah Mada dalam ujian terbuka promosi doktor di Fisipol UGM, Jumat (10/7/2015).
Dalam disertasinya yang berjudul “Dilema Transformasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)”, bertindak selaku promotor,  Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A., Ko-Promotor Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A., ketua penguji Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si. (Dekan Fisipol UGM) dan penguji Dr. Eric Hiariej, S.IP., M.Phil. 
Penelitian yang dilakukan oleh Nasiwan berfokus pada dilema transformasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS  adalah partai yang mengusung Islam sebagai ideologi politiknya. PKS menginterpretasikan Islam secara kaffah, yakni Islam sebagai sistem nilai komprehensif untuk semua aspek baik itu sosial, politik, dan ekonomi yang secara bersamaan memberikan perekat kuat ideologi sehingga membuat partai ini solid dan koheren. 
PKS adalah partai Islamis. Argumen tersebut didasarkan pada dua faktor, yakni basis masa dan asas. Basis masa PKS, Jamaah Tarbiyah, adalah kalangan dengan karakteristik militan, muda, terdidik, penduduk kota, tapi memiliki pandangan Islam yang konservatif. Kecenderungannya, Jamaah Tarbiyah adalah kalangan Islam hasil kaderisasi lembaga dakwah kampus. Di samping itu, secara eksplisit PKS mengadopsi Islam sebagai platform partai. Islam diposisikan bukan semata-mata konstruksi teologis, tapi juga menyediakan perangkat sosial politik yang tak memisahkan agama dan negara. Maka, tidak aneh jika PKS sering mengusung agenda Islamis dalam pelbagai aksi politiknya.
Eksklusivitas PKS sebagai partai Islamis bisa dipertanyakan. Pada 2008, muncul wacana dari internal PKS bahwa partai dakwah ini akan menjadi partai terbuka sehingga bisa menerima anggota dari kalangan non-muslim. Wacana tersebut memicu pro kontra antar faksi di internal PKS. Banyak pertanyaan muncul apakah PKS telah merubah orientasi dari partai Islamis dengan ideologi dan basis masa eksklusif menjadi partai terbuka yang inklusif. Penulis akan memahami fenomena ini sebagai transformasi PKS dari partai Islamis menuju catch all party.
Menurut Nasiwan, topik ini penting untuk dikaji dan diteliti karena perubahan orientasi partai Islamis seperti PKS menuju partai terbuka adalah suatu hal yang jarang dijumpai. Maka, diperlukan sebuah upaya akademik untuk memahami fenomena ini.
Transformasi PKS dari Partai Islamis menuju partai terbuka dilatarbelakangi keinginan kuat untuk memperoleh suara yang banyak dalam pemilu. Keinginan tersebut mendorong PKS untuk bergerak ke tengah dan berusaha meraih suara dari segmen pemilih dari aliran politik lain, di luar basis masa tradisional PKS. Oleh karena itu, PKS berusaha untuk melakukan moderasi kebijakan dan perilaku. PKS juga melakukan persuasi terkait hal itu.  
Namun, transformasi PKS menuju partai terbuka  tidak akan berjalan mudah. Ganjalan keras akan datang dari kalangan yang memegang teguh ideologi PKS. Basis masa PKS dari kalangan Islam konservatif dan ideologi partai setidaknya akan menjadi batu sandungan bagi usaha tersebut. Mengingat Islam sebagai ideologi PKS adalah agama yang juga menjadi pegangan hidup dan basis relasi transedental yang tidak bisa dikompromikan begitu saja. (Danu)

SUMBER : UNY.AC.ID

0 Comments:

Posting Komentar